20 April 2025
Studi: 34% Pelajar SMA di Jakarta Alami Masalah Kesehatan Mental

https://www.antaranews.com

Ahli Warta – Masalah kesehatan mental di kalangan remaja, terutama pelajar SMA di kota besar seperti Jakarta, kini semakin menjadi perhatian. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC) bersama beberapa pihak terkait menunjukkan data yang cukup mengkhawatirkan. Sebanyak 34% pelajar SMA di Jakarta terindikasi memiliki risiko gangguan kesehatan mental. Tak hanya itu, tiga dari sepuluh pelajar dilaporkan sering mengalami ledakan emosi, seperti marah-marah hingga cenderung berkelahi, akibat gangguan emosional.

Peneliti utama HCC, dr. Ray Wagiu Basrowi, menyampaikan bahwa angka ini dapat menjadi gambaran prevalensi masalah kesehatan mental di kalangan remaja, khususnya di Jakarta. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana temuan ini menjadi dasar untuk penanganan yang lebih serius. Dalam keterangan resminya, Ray menjelaskan bahwa hasil skrining ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran para remaja akan pentingnya kesehatan mental, meskipun informasi tentang hal tersebut kini semakin mudah diakses.

Selain rendahnya kesadaran diri, penelitian ini juga mengungkap pola perilaku para pelajar yang lebih memilih berbicara dengan teman sebaya dibandingkan dengan guru atau konselor di sekolah. Bahkan, sekitar 67% pelajar SMA menyatakan enggan mendatangi ruang Bimbingan Konseling (BK) untuk berkonsultasi, meskipun guru di sekolah sudah menyadari adanya risiko gangguan emosional pada siswa. Fenomena ini menunjukkan bahwa teman sebaya memegang peranan penting sebagai tempat berbagi cerita bagi para pelajar. Ray menyebutkan, peran peer counselor atau konselor sebaya dapat menjadi salah satu strategi mitigasi masalah kesehatan mental di kalangan remaja.

Meskipun demikian, peran teman sebaya ini bukan tanpa tantangan. Peneliti dari Fokus Kesehatan Indonesia (FKI), Prof. Nila Moeloek, menilai bahwa pendekatan ini harus dilakukan secara hati-hati. Konseling antarteman sebaiknya hanya difungsikan sebagai ruang untuk berbagi cerita, bukan untuk memberikan solusi atau saran yang bersifat profesional. Ia menekankan bahwa remaja tetap membutuhkan bimbingan dari orang dewasa, baik itu orang tua, guru, maupun tenaga ahli seperti psikolog. Potensi pemberian saran yang tidak akurat dari teman sebaya dapat menjadi risiko jika tidak disertai pengawasan yang memadai.

Untuk mengatasi masalah ini, hasil penelitian telah dijadikan dasar untuk merancang program kesehatan mental berbasis sekolah, salah satunya adalah Zona Mendengar Jiwa. Program ini bertujuan untuk memberikan dukungan kesehatan mental melalui berbagai langkah, seperti skrining kesehatan mental di sekolah, identifikasi dini masalah emosional, konseling berbasis sekolah, hingga integrasi layanan kesehatan. Heru Komarudin, Program Manager Health and Wellbeing dari Yayasan BUMN, menjelaskan bahwa program ini dirancang untuk mendukung generasi muda yang sehat secara fisik dan mental sebagai bagian dari visi Indonesia Emas 2045.

Hasil penelitian ini menjadi pengingat penting bahwa kesehatan mental remaja membutuhkan perhatian serius. Dengan banyaknya pelajar yang merasa lebih nyaman berbicara dengan teman dibandingkan mendatangi konselor atau guru BK, diperlukan langkah konkret untuk menciptakan ruang aman bagi mereka agar lebih terbuka terhadap layanan kesehatan mental. Selain itu, kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan komunitas juga sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa para remaja mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.

Masalah kesehatan mental bukanlah hal yang bisa dianggap sepele. Dengan pendekatan yang tepat, remaja dapat lebih mudah menghadapi tekanan emosional yang mereka alami. Proses ini tidak hanya akan membantu mereka berkembang secara optimal, tetapi juga menjadi fondasi penting untuk membangun generasi muda yang sehat, produktif, dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *