
Ahli Warta – Pada Desember 2024, PBB melaporkan bahwa Israel hanya memfasilitasi kurang dari sepertiga dari operasi bantuan kemanusiaan yang direncanakan untuk memasuki Jalur Gaza. Informasi ini disampaikan oleh Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric, pada Rabu (18/12), yang mengutip Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA). Laporan tersebut mengungkapkan bahwa otoritas Israel terus menolak operasi bantuan ke bagian utara Gaza yang terkepung, termasuk wilayah Beit Hanoun, Beit Lahiya, dan Jabalya, yang sangat membutuhkan bantuan internasional.
Menurut Dujarric, PBB merencanakan 339 pergerakan bantuan yang harus dikoordinasikan dengan Israel antara 1 dan 16 Desember. Namun, hanya kurang dari sepertiga dari jumlah tersebut yang dapat difasilitasi oleh pihak Israel. Sebagian besar permintaan bantuan yang diajukan PBB sejak dimulainya pengepungan Gaza sepuluh minggu lalu ditolak langsung oleh Israel, meskipun kondisi kemanusiaan di wilayah tersebut semakin memburuk.
“Pekerja kemanusiaan di Gaza terus menghadapi pembatasan akses yang parah saat mereka berusaha menjangkau banyak orang yang membutuhkan pangan, air, tempat tinggal, serta barang-barang penting lainnya untuk bertahan hidup,” kata Dujarric. Keadaan ini semakin mengkhawatirkan mengingat angka pengungsi yang terus bertambah dan banyaknya korban yang membutuhkan bantuan segera.
Pada paruh pertama bulan Desember saja, PBB merencanakan 96 kegiatan kemanusiaan, namun hanya 16 dari kegiatan tersebut yang mendapatkan izin dan difasilitasi oleh otoritas Israel. Pembatasan ini semakin memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza, di mana ribuan orang terjebak tanpa akses yang memadai untuk memperoleh bantuan yang diperlukan untuk bertahan hidup.
Sebagai respons terhadap situasi yang semakin memburuk, PBB mengumumkan bahwa sebuah konferensi internasional tingkat tinggi akan diselenggarakan pada bulan Juni untuk membahas penyelesaian damai atas masalah Palestina dan solusi dua negara. Konferensi ini akan dipimpin bersama oleh Arab Saudi dan Prancis, dengan kehadiran Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. Dujarric menekankan bahwa konferensi tersebut sangat penting untuk memberikan solusi politik yang telah lama tertunda, untuk mengakhiri pendudukan dan menyelesaikan konflik yang telah berlangsung lama.
Dujarric juga mengingatkan bahwa penyelesaian konflik ini harus dilakukan berdasarkan hukum internasional, resolusi PBB yang relevan, serta perjanjian bilateral yang ada. Dengan begitu, solusi dua negara, yaitu pembentukan negara Palestina yang berdampingan dengan Israel, harus menjadi titik temu dalam konferensi tersebut.
Pada 4 Desember, Majelis Umum PBB menyetujui langkah-langkah untuk mendukung penyelesaian dua negara dalam konflik Israel-Palestina, dan menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi sebagai upaya mewujudkan perdamaian yang adil, berkelanjutan, dan komprehensif di Timur Tengah. Resolusi ini mencerminkan komitmen internasional untuk mencari solusi damai yang dapat mengakhiri konflik yang telah merenggut banyak nyawa dan mempengaruhi stabilitas kawasan.
Dalam hal ini, tindakan segera dan tidak dapat ditunda sangat penting untuk memastikan bahwa bantuan kemanusiaan dapat sampai kepada mereka yang membutuhkan, serta memberikan ruang bagi dialog politik yang konstruktif guna mencapai perdamaian yang langgeng.