
https://www.antaranews.com
Ahli Warta – Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) University tengah melakukan penelitian intensif terhadap keberadaan ikan invasif Red Devil (Amphilophus citrinellus) di Danau Toba, Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau populasi ikan tersebut serta dampaknya terhadap ekosistem di salah satu danau vulkanik terbesar di dunia.
Menurut Dr. Charles PH Simanjuntak, seorang ichthyologist dan ahli konservasi ikan, Red Devil bukanlah spesies asli Indonesia. Ikan ini berasal dari Nikaragua, Amerika Tengah, tetapi entah bagaimana kini sudah menyebar luas di perairan Danau Toba. “Populasi ikan ini berkembang sangat cepat di kawasan ini, dan ini menjadi ancaman serius bagi biota lokal, termasuk ikan nila yang selama ini menjadi tangkapan utama nelayan setempat,” ujar Charles dalam wawancaranya di Medan, Selasa.
Keberadaan ikan Red Devil di Danau Toba tidak hanya menjadi tantangan bagi kelestarian biota asli, tetapi juga bagi perekonomian masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya pada perikanan. Charles menjelaskan bahwa Red Devil adalah ikan predator dengan pola makan yang sangat luas. “Ikan ini memakan hampir semua yang ada di perairan. Ditambah lagi, reproduksinya sangat cepat karena anak-anak ikan dilindungi oleh induknya,” tambahnya.
Faktor lain yang membuat ikan ini sulit dikendalikan adalah minimnya ancaman dari predator alami di Danau Toba. Dengan tubuh yang kuat dan kemampuan bertahan hidup yang tinggi, ikan Red Devil mampu berkembang biak dengan pesat. Meskipun ikan ini bisa dikonsumsi, masyarakat setempat jarang memanfaatkannya karena dagingnya yang tipis dan tulangnya yang keras. Hal ini semakin memperparah penyebarannya di seluruh kawasan danau.
Penelitian terhadap ikan Red Devil ini dilakukan dalam program Dosen Pulang Kampung (Dospulkam) yang melibatkan peneliti dari IPB University. Program ini telah berlangsung selama dua tahun terakhir, mencakup tujuh kabupaten dan kota di sekitar Danau Toba. Charles mengungkapkan bahwa populasi ikan Red Devil kini sudah merata di seluruh wilayah danau, dari generasi kecil hingga besar, menunjukkan betapa cepatnya ikan ini berkembang biak.
Selama penelitian, tim melakukan berbagai kajian ilmiah untuk memahami perilaku, reproduksi, serta dampak ekologis ikan ini. Charles mengatakan bahwa meskipun hasil penelitian masih harus dipublikasikan secara ilmiah dan melalui proses review, pihaknya telah menemukan metode pengendalian yang efektif. Langkah selanjutnya adalah menyampaikan temuan ini kepada pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota untuk segera diimplementasikan.
Charles menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam menjaga Danau Toba sebagai warisan alam yang tak ternilai. Dengan statusnya sebagai danau vulkanik terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, kelestarian Danau Toba menjadi tanggung jawab bersama, baik masyarakat setempat maupun pemangku kebijakan.
“Penelitian ini bukan hanya untuk memahami fenomena ikan Red Devil, tetapi juga untuk memotivasi masyarakat dan pemerintah agar lebih peduli terhadap kelestarian Danau Toba. Hasilnya akan kami sosialisasikan agar semua pihak dapat berperan aktif dalam pengelolaan danau ini,” tutup Charles.
Melalui penelitian ini, diharapkan solusi konkret dapat segera diterapkan untuk mengendalikan populasi ikan invasif ini. Langkah-langkah tersebut diharapkan mampu memulihkan keseimbangan ekosistem dan mendukung keberlanjutan perikanan di Danau Toba, sekaligus melestarikan danau yang menjadi kebanggaan Indonesia ini.